Membangun Kewarasan melalui bahasa
Bahasa merupakan sarana untuk berinteraksi antarmanusia. Bahasa yang diungkapkan baik secara lisan maupun tertulis dapat berpengaruh pada pengalaman kita. Berdasarkan sifatnya bahasa ada yang positif, ada juga yang negatif. Masing-masing jenis bahasa tersebut dapat memberi pengaruh berbeda pada orang yang berbeda. Sebagai gambarannya, coba lihat tabel berikut :
BAHASA |
SIFAT |
RESPON..INDIVIDU |
Positif |
Terlena |
|
Termotivasi |
||
Negatif |
Menyerah |
|
Berintrospeksi |
Bahasa positif seperti pujian dan apresiasi dapat mempengaruhi pikiran kita. Ada dua respon yang mungkin terjadi, antara terlena atau justru termotivasi. Bahasa negatif seperti celaan dan ejekan juga dapat berpengaruh. Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, antara menyerah atau justru berintrospeksi (wawas diri).
Beragam respon Individu (seperti yang tertera dalam tabel) tersebut dapat menciptakan emosi. Sebelum membahas lebih lanjut lagi tentang emosi, saya ingin tahu terlebih dahulu apa sih emosi itu. Mari kita cek di KBBI.
Wah, ternyata ada beragam bentuk emosi. Tak dapat dipungkiri bahwa emosi merupakan proses yang terjadi dibawah alam bawah sadar kita. Emosi memang tidak dapat kita tolak. Bila sebuah emosi mengarahkan pada hal-hal konstruktif, tak menjadi masalah. Namun bagaimana bila emosi tersebut mengarahkan pada hal yang destruktif?
Kita bisa memulai untuk mengubah fokus kita.
Misalnya saja, kita telah membuat video pembelajaran dan mengunggahnya. Lalu ada teman kita yang mengomentari “video kamu nggak standar”. Bila emosi negatif muncul, akan ada campur aduk antara sedih+marah+kecewa karena kita merasa telah berusaha maksimal dalam mengerjakannya.
Bila perasaan itu hadir, kita bisa mengambil jeda beberapa saat untuk menenangkan diri. Tidak apa-apa. Bukankah perasaan memang hadir untuk dirasakan? Ehehe.
Nah setelah tenang, pelan-pelan coba ubah fokus kita. Wah, ternyata video kita tidak standar. “Lalu, yang standar seperti apa?”, nahhh kita bisa bertanya pada komentator tersebut. Bisa jadi, dia adalah ‘malaikat’ yang dikirim oleh Pemilik Alam Semesta untuk meng-upgrade skill kita.
Ternyata tidak ada hal yang benar-benar menyedihkan, hanya kadang-kadang cara pandang kita-lah yang menyedihkan. Semua tergantung dari fokus kita, iya nggak?
Ada sebuah kutipan dari Umar bin Khattab :
“Aku tidak peduli atas keadaan susah dan senangku,
karena aku tidak tahu manakah diantara keduanya yang lebih baik bagiku”
|
Terkadang kita terlalu cepat melabeli sebuah peristiwa : oh peristiwa ini “baik”, oh peristiwa ini “buruk” sampai-sampai kita lupa untuk menggali hal BESAR didalamnya. Sekarang ini ada nggak sih, peristiwa yang begitu membekas dalam hidup yang sampai saat ini kamu belum bisa menerimanya? Mungkin, langkah-langkah ini bisa membantumu :
Langkah PERTAMA yang bisa dilakukan adalah dengan menceritakan kisah yang pernah kita alami, boleh diketik ataupun ditulis. KEDUA, kita bisa menganalisis pengalaman tersebut dengan metode ABC. A = Kejadian yang sebenarnya. B = Reaksi tubuh. C = Perilaku/Keputusan/Ekspresi. KETIGA, mengubah bahasa yang kita gunakan untuk menceritakan peristiwa yang telah terjadi. KEEMPAT, kita bisa membuat cerita lucu (kenyataan yang dibungkus secara fiksi) berdasarkan pengalaman tersebut.
___________________________________________________________________________________
Anggita mencoba untuk membuat contohnya.
Simak ya :
1.
CERITAKAN
KISAHMU
Pada suatu sore, ada seorang teman sekelas
datang ke rumahku. Saat itu, aku sedang mengerjakan tugas mata kuliah
psikologi. Temanku ini beberapa hari izin kuliah karena ada agenda organisasi
di luar kota. Ia meminta copy-an catatan materi beserta tugas-tugas kuliah
selama ia absen. Ia bilang sedang terburu-buru karena ada acara keluarga,
jadi aku memberikan semua copyannya. Tugas berupa soal-soal dari beberapa
dosen sudah kulengkapi dengan jawaban, jadi aku berpesan agar dia hanya
menggunaka soal-soal tersebut dan menggunakan jawabannya sendiri dalam
mengerjakan tugas.
Beberapa waktu kemudian, dosen menghubungi
kami berdua. Dosen tersebut mengetahui jawabanku dengan temanku sama. Aku
menjelaskan kejadian tersebut pada dosen. Tak disangka, temanku ternyata telah
mengirim naskah tugas itu terlebih dahulu dan akhirnya dosen lebih
mempercayai temanku itu. Akhirnya, aku diberi tugas tambahan karena kejadian
tersebut. Jangan tanya perasaanku, karena sungguh tidak karuan. Aku juga tak
berani menegur temanku karena takut hubungan pertemanan kami hancur. Jadi
yang kulakukan : pergi ke toilet dan menangis. Tak lupa sebelumnya kubesarkan
volume keran agar tangisku tak terdengar dari luar.
|
2.
ANALISIS
DENGAN METODE ABC
A = Kejadian yang sebenarnya.
|
:
|
Temanku mengakui bahwa tugas yang kukerjakan adalah miliknya. Dosen mempercayainya. Aku diberikan tugas tambahan.
|
B = Reaksi tubuh.
|
:
|
Marah, sedih, kesal, kecewa
|
C = Perilaku/Ekspresi.
|
:
|
Menangis di toilet kampus
|
3.
UBAH BAHASA
Setelah
melakukan analisis tersebut mungkin kamu merasa menjadi
orang-paling-mudah-dibodohi-sedunia, tapi JANGAN sayang, jangan dilanjutkan
pemikiran itu. Mari kita ubah bahasa tersebut
Nah, bukankah tulisan ber-baground-hijau lebih menenangkan, iya nggak? Tanpa disadari, ternyata kata-kata yang positif dapat jauh lebih menenangkan hati kita dan dapat memacu semangat. Setelah mengetahui kelemahan dalam diri, maka kita akan lebih mudah untuk berbenah. Setelah tahu bahwa “Oh, ternyata aku orangnya nggak tegaan”, selanjutnya kita bisa belajar untuk lebih tegas lagi dalam menghadapi apa yang terjadi. Dalam kasus ini berarti tokoh “aku” harus berbicara pada sang teman bahwa apa yang ia lakukan itu tidak benar, tentunya dengan cara-cara yang tidak menyinggung perasaannya (akan jauh lebih baik lagi bila sebelumnya kita menanyakan terlebih dahulu, mengapa ia melakukan hal tersebut).
4. MEMBUAT KISAH BERDASARKAN PENGALAMAN
Di Suatu Negeri bernama antah berantah, ada Seekor Monster yang
hidup berdampingan dengan Liliput. Liliput adalah seorang yang rajin bekerja,
setiap hari ia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar yang kemudian
dijual ke pasar. Berbeda dengan Si Monster yang hobinya hanya rebahan, untuk
makan sehari-hari saja ia menggantungkan diri pada Sang Liliput.
Pada suatu kesempatan, Raja Antah berantah mengadakan sayembara
“barangsiapa yang bisa membuat rakit untuk menyebrangi sungai wantah, maka
akan mendapatkan makanan gratis dari istana selama satu tahun”. Sungai Wantah
dikenal sebagai sungai dengan aliran paling deras di negeri tersebut, selama
ini belum ada yang berhasil menyeberanginya dengan menggunakan rakit. Seluruh
penduduk negeri pun berlomba-lomba membuat rakit. “Apa, makanan?” Si Monster
yang biasanya hanya rebahan mendadak menjadi semangat. Tetapi monster tak
tahu bagaimana cara membuat rakit, akhirnya ia hanya membuntuti liliput.
Siang dan malam liliput bekerja keras untuk membuatnya, si monster hanya
menemaninya tanpa berbuat apa-apa.
Tibalah pada hari penjurian, semua orang
berkumpul di pinggiran sungai wantah. Satu-per-satu rakit di-uji-coba-kan,
dan satu-per-satu rakit gugur karena derasnya aliran sungai. Tibalah giliran
rakit terakhir untuk di-ujicoba. “Rakit milik siapa ini?” tanya Sang Raja.
“Milik saya” jawab Si Monster. “Baik, sekarang coba gunakan rakit itu untuk
menyebrangi sungai ini” perintah Raja. “Tapi… tapi…” Monster gugup karena
tidak tahu cara menggunakan rakit, lagipula rakit itu bukan hasil karyanya
melainkan hasil karya liliput. “Saya tahu bagaimana caranya” liliput
mengambil alih kemudi rakit dan menjalanlannya. Rakit karya liliput pun
berhasil menyebrangi Sungai Wantah.
Sejak saat itu, si monster mendapatkan mandat dari Kerajaan
untuk mengikuti kegiatan wajib militer. Hal tersebut atas perintah raja, agar
ia menjadi seorang yang pekerja keras. Selain itu wajib militer juga berguna
untuk membentuk karakter kejujuran Si Monster agar tidak berbohong lagi.
Liliput yang berhasil dengan rakitnya itu
tak hanya mendapatkan makanan gratis dari istana, tetapi juga diangkat
menjadi Menteri Pembangunan Negeri Antah berantah karena kreativitasnya.
|
Disini, Anggita mengibaratkan “Raja” adalah dosen, “Monster” adalah teman yang telah berbuat curang, dan “Liliput” adalah diri sendiri. Nah, mengubah cerita pengalaman pribadi (yang mungkin tidak mengenakkan) menjadi kisah lucu ternyata juga bisa membuat keadaan diri sendiri menjadi lebih baik. Anggita sudah mencobanya, bagaimana dengan kamu?
___________________________________________________________________________________
Ada beberapa prinsip yang bisa kita pelajari,
diantaranya : emosi adalah suatu hal yang wajar, ia hadir untuk dirasakan oleh
manusia. Namun hal yang menjadi fokus adalah, bagaimana kita menyikapi emosi
tersebut (tindak lanjut dari emosi). Apakah emosi tersebut membawa kita pada
tindakan konstruktif atau destruktif. Yang perlu diwaspadai adalah apabila
emosi membawa pada tindakan destruktif (merusak).
Bagaimana bila emosi yang dirasakan cenderung
akan mengarahkan pada hal negatif seperti : marah? Kita perlu ambil jeda.
Iya, J E
D A
Dalam hidup ini, manusia berdampingan dengan
emosi positif dan emosi negatif. Keduanya memang hadir untuk d i r a s a k a n
bukan dihindari. Kita tidak bisa menolak emosi, tetapi bisa memberikan sekat
atau jeda antara emosi dengan tindakan yang akan kita ambil.
Ketika perasaan sedih/marah/kecewa itu datang
kita dapat mengambil jeda. Tentu saja untuk merasakannya. Kalau dalam islam,
dianjurkan untuk mengubah posisi (misalnya saat itu kita berdiri, dianjurkan
mengubah posisi menjadi duduk. Ketika saat itu kita sedang duduk, dianjurkan
untuk berbaring. Atauuu… bisa pula dengan mengambil air wudhu).
Setelah benar-benar tenang, barulah kita bisa
berpikir dengan jernih dan mulai memikirkan apa yang sebaiknya akan kita
lakukan (tentu saja setelah menimbang bagaimana konsekuensinya).
Yang terpenting, jangan pernah mendefinisikan
diri sendiri beserta pikiran emosional kita dengan label “jahat”. Kita tidak
bisa mengontrol datangnya emosi dari dalam diri kita (emosi positif maupun
negatif), tetapi kita bisa mengontrol tindak lanjut dari emosi tersebut. Selalu
ada kesempatan untuk melakukan perbaikan dan semua berawal dari diri sendiri.
Mari jaga kesehatan mental kita dengan positive
thinking dan terus menebarkan kebaikan. Semoga Yang Maha Kuasa selalu melindungi
aku dan kamu dimanapun kita berada. Tetap semangat ya!
Materi bersumber dari Online Class Kak Arnovella
Auril ”Building Mindfullness and Emotional Healing trough Language” yang
disampaikan dalam tiga sesi (9,14&18 Mei 2020), direview oleh Admin blog
ini. Semoga bermanfaat, aamiin.
0 komentar